Sambutan Presiden Republik Indonesia pada Pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) Tahun 2024

 
bagikan berita ke :

Senin, 06 Mei 2024
Di baca 161 kali

di Balai Sidang Jakarta Convention Center, Provinsi DKI Jakarta


Bismillahirrahmanirrahim.

 

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Shalom,
Om swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam Kebajikan.

 

Yang saya hormati Bapak Wakil Presiden, para ketua dan pimpinan lembaga tinggi negara yang hadir, para Menko, para Menteri, seluruh Gubernur, Bupati, dan Wali Kota;
Yang saya hormati para Sekretaris Daerah, para Kepala Bappeda dari seluruh tanah air;
Bapak-Ibu hadirin dan undangan yang berbahagia,

 

Sekarang ini kita dihadapkan pada situasi yang tidak mudah, tantangan yang tidak gampang. Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan hanya tumbuh 3,2 persen, dampak runtutan dari COVID-19 juga masih terasa sampai sekarang. Kita tahu beberapa negara telah masuk pada resesi; Jepang, Inggris, dan beberapa negara Eropa berada pada posisi menuju ke sana, menuju pada resesi. Oleh sebab itu, kehati-hatian kita dalam mengelola fiskal, mengelola anggaran betul-betul harus prudent, betul-betul harus hati-hati, jangan sampai ada uang serupiah pun meleset dari rencana yang sudah kita buat, dan betul-betul memperhatikan skala prioritas. Karena sekarang ini semua negara takut dan sangat ketakutan terhadap tiga hal; yang pertama harga minyak, yang kedua masalah bunga pinjaman. Semua pada takut masalah itu, karena begitu bunga pinjaman naik sedikit saja, beban terhadap fiskal itu akan sangat-sangat besar.

 

Oleh sebab itu, kita harus betul-betul hati-hati dalam mengelola setiap rupiah anggaran yang kita miliki. Kita telah memiliki Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), kita telah memiliki Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), dan masuk ke tahunan kita masing-masing juga telah memiliki Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Tetapi, yang belum adalah sinkron atau tidak dengan rencana besar yang kita miliki, ini yang belum. Oleh sebab itu, sinkronisasi itu menjadi kunci.

 

Saya berikan contoh, pemerintah pusat membangun bendungan, jadi. Dibangun lagi irigasi primernya, jadi. Tapi irigasi sekunder, irigasi tersier sampai ke sawah tidak dikerjakan, airnya kan enggak sampai ke sawah-sawah yang kita miliki. Membangun pelabuhan, pelabuhan dibangun oleh Kementerian Perhubungan, tapi jalan mestinya ini daerah, jalan menuju ke pelabuhannya, meskipun hanya pendek, mungkin hanya 5 km, hanya 4 km, tidak dikerjakan. Ini yang namanya tidak sinkron, tidak seirama. Semuanya harus in line dengan tadi RPJP, RPJM, RKP, semuanya in line, kementerian sampai ke daerah itu harus segaris.

 

Oleh sebab itu, saya juga ingin mengingatkan kepada kementerian juga, kalau punya rencana itu disampaikan ke daerah yang ingin ketempatan. Ketuk pintu, kulo nuwun, siap ndak kita bangun waduk tapi irigasi sekunder dan tersiernya daerah. Kalau enggak sanggup, geser ke provinsi yang lain. Tapi biasanya memang kalau gubernur, bupati, wali kota ditanya, “Sanggup, sanggup Pak, sanggup Pak.” Begitu sudah selesai,  “Waduh berat, Pak, kita, Pak. APBD kita habis, Pak, untuk ini, untuk ini.” Padahal sudah sanggup itu di depan. Inilah yang saya sampaikan perlunya sinkronisasi dan kunci itu ada di Sekda dan ada di Bappeda karena yang mengurus ke DPRD, Bappeda-Sekda itu yang harian itu ngurus ke sana.

 

Kita telah membangun bendungan sampai saat ini selama 10 tahun sudah 42 bendungan dan akan selesai mungkin 60-an, insyaallah tahun ini akan menjadi 60-an, atau kalau meleset-meleset dikit ya menjadi 54, karena yang lain dikebut tapi bisa selesai, bisa tidak, tapi pasti akan selesai insyaallah. Kemudian, jalan tol 2.049 km, jalan nasional 5.833 km selesai, pelabuhan baru 25, airport baru/bandara baru 25. Tapi, ini tidak cukup. Kalau jalan tol sudah dibangun, Bappeda mestinya melihat disambungkan ke mana, ini kan utama, poros utamanya, terus disambungkan ke mana, sambungkan ke wilayah pariwisata, sambungkan ke wilayah perkebunan wilayah produktif, sambungkan ke wilayah pertanian yang produktif, sambungkan ke sentra-sentra kerajinan, itu harusnya yang mengerjakan daerah.

 

Tapi, kalau memang betul tidak sanggup, ya sampaikan ke pemerintah pusat, “Pak ini ada rencana menuju ke kawasan sentra kerajinan sarung misalnya, sentra kerajinan mebel misalnya, tapi kami enggak sanggup.” Sekarang sudah ada, bisa dikerjakan dengan Inpres Jalan Daerah. Tahun lalu habis Rp14,6 triliun untuk perbaikan jalan-jalan daerah yang rusak. Tahun ini disiapkan lagi Rp15 triliun, tapi prioritas mana yang menimbulkan return ekonomi. Jangan sampai hanya jalan hanya dipakai untuk harian saja, tetapi harus ada oh ini jalan logistic, oh ini jalan menuju ke sentra produktif untuk pertanian, untuk perkebunan, itu produktif dan menimbulkan return ekonomi. Itu yang harus mulai dikalkulasi, mulai dihitung, dan kemudian diputuskan di daerah.

 

Waduk misalnya, bukan hanya untuk pertanian saja, tetapi juga untuk air baku. Tapi yang terjadi pipa utamanya selesai, sambungan ke rumah tangganya yang belum. Kenapa belum? Karena PDAM-nya selalu rugi, sehingga enggak mampu untuk membangun sambungan ke rumah tangga. Mestinya itu di-support oleh APBD dari daerah, tapi sampai saat ini tidak ada yang berjalan itu tambahan sambungan rumah tangga untuk air minum.

 

Oleh sebab itu, kemarin saya sampaikan kepada Menteri Bappenas, ya sudah disiapkan lagi Inpres untuk sambungan rumah tangga yang berkaitan dengan air minum. Tapi, jangan semuanya itu pemerintah pusat, ini kalau didengar Inpres Jalan Daerah, Inpres sambungan ke rumah tangga untuk air minum, alhamdulillah, alhamdulillah, Bapak-Ibu ngerjain yang mana? Ini yang harus kita pikirkan bersama-sama agar apa yang kita telah bangun itu betul-betul bisa produktif karena rakyat membutuhkan.

 

Oleh sebab itu, sinkronisasi penyusunan RKP tahun 2025 harus berdasarkan prinsip yang pertama, sekali lagi programnya harus in line, harus seirama, jangan sampai pusat ke kanan, daerah ke kiri. Kehilangan kita, akan kehilangan. Semuanya harus in line, semuanya harus seirama. Misalnya, pusat ingin meningkatkan produksi pangan, daerah malah mengonversi sawah menjadi properti, enggak sinkron namanya.

 

Yang kedua… Jadi yang pertama tadi program harus in line, kemudian yang kedua program harus berorientasi hasil, harus ada return ekonominya. Oleh sebab itu, harus fokus, jangan sampai ini bolak-balik saya sampaikan, yang namanya anggaran itu di ecer-ecer kepada dinas, dinas, dinas semuanya diberi, enggak ada mana yang skala prioritas, enggak jelas. Ada kenaikan 10 persen anggaran, semua diberi 10, 10, 10, 10, 10 persen, enggak jelas skala prioritasnya yang mana. Jangan sampai anggaran dipakai untuk rapat-rapat kebanyakan dan studi banding yang kebanyakan. Sudahlah itu masa lalu, di masa depan jangan sampai itu terjadi lagi.

 

Kemudian yang ketiga, program harus tepat sasaran dan strategis. Artinya APBD, APBN itu betul-betul manfaatnya kelihatan karena tepat sasaran. Jangan sampai ada saya lihat anggaran untuk stunting puskesmas, diberikan ke puskesmas, jadinya pagar puskesmas. Ada, jangan bilang enggak ada loh. Ada. Enggak ada hubungannya stunting sama pagar. Ada. Oleh sebab itu, saya berharap Musrenbangnas ini bisa menjadi sekrup penyambung agenda pembangunan pusat, provinsi, kabupaten dan kota agar semuanya in line, semuanya seirama, dan semuanya tepat sasaran, dan nanti hasilnya betul-betul dirasakan oleh rakyat.

 

Saya rasa itu yang ingin saya sampaikan dalam kesempatan yang baik ini. Dan, dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, Musrenbangnas 2024 saya nyatakan dibuka dan dimulai.

 

Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Sumber: https://setkab.go.id/pembukaan-musyawarah-perencanaan-pembangunan-nasional-musrenbangnas-tahun-2024-di-balai-sidang-jakarta-convention-center-provinsi-dki-jakarta-6-mei-2024/